Pajak pusat dan pajak daerah

pajak pusat dan pajak daerah

Pajak pusat dan pajak daerah.
Sudah lama sekali saya ingin menulis tentang ini sembari meluruskan kewenangan pajak yang ada, baik itu di pemerintah pusat maupun yang ada di pemerintah daerah agar tidak ada lagi orang yang menanyakan masalah pajak motornya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) maupun orang yang menanyakan Pajak Penghasilan (PPh) nya datang ke Dispenda (dinas Pendapatan Daerah). 

Tidak bisa dipungkiri kita hidup di Indonesia ini tidak akan bisa terlepas dari pajak, pajak ini lah sumber utama pendapatan negara, Ibarat ayah yang bekerja untuk membuat dapur nya tetap ngebul, seperti itulah Indonesia untuk membuat negara nya tetap berjalan, maka harus ada pendapatan, maka orang-orang yang punya penghasilan melebihi batas yang ditetapkan harus berkontribusi kepada ibu pertiwi.

Jadi Pajak Pusat itu hanyalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi Bangunan untuk Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB P3), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), hanya ada empat, jadi selain yang saya sebutkan ini sudah bisa dipastikan merupakan pajak daerah

Untuk mengurus keempatnya silahkan datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), entah itu KPP Madya (Kantor Pajak untuk Wajib Pajak Badan yang terpilih, biasanya yang besar-besar) maupun KPP Pratama (Kantor Pelayanan Pajak Pratama) yang pasti ada di setiap kota Anda. Ada beberapa jenis KPP lainnya, namun tidak usah dibahas disini karena KPP tersebut hanya ada di Jakarta dan memang hanya untuk wajib pajak khusus saja.

Jika Anda mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nah NPWP itu digunakan untuk mengurus pajak pusat. 

Selanjutnya Pajak Daerah. Pajak daerah yang paling populer adalah Pajak Kendaraan Bermotor. Walaupun sebenarnya ada banyak sekali jenis pajak daerah, ada Pajak Daerah Provinsi (Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok).

Sementara itu Pajak Daerah Kota/Kabupaten adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Pedesaan (PBB P2), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Mari Kita Bahas satu per satu (apabila saya terdapat kesalahan, silahkan tambahkan di kolom komentar).

A. Pajak Pusat

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Ada banyak jenis pajak Penghasilan ini, Pajak Penghasilan sendiri diatur didalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jenis-Jenis Pajak Penghasilan:

i. PPh final

Yang dikatakan PPh final adalah Pajak penghasilan yang tidak bisa menjadi kredit pajak (pengurang pajak) di SPT Tahunan Anda. Jadi setiap tahun pemilik NPWP memiliki kewajiban melaporkan SPT Tahunan nya (orang pribadi paling lambat tiga bulan setelah masa pajak berakhir (31 Maret), sementara Wajib Pajak (WP) Badan paling lambat 4 bulan setelah masa pajak berakhir (30 April)), nah pada SPT Tahunan itu ada bagian kolom namanya kredit pajak, nah Pajak-pajak yang masuk di PPh final ini tidak bisa dimasukkan pada kolom tersebut sebagai pengurang pajak yang masih harus Anda bayarkan di SPT Tahunan Anda. Apa saja PPh final ini:

1. PP 55 tahun 2022 pengganti 23 tahun 2018 (PPh UMKM)

Pada PP 55 tahun 2022, terdapat perubahan mendasar pada range orang pribadi yang dikenakan PPh final, yaitu Wajib Pajak orang pribadi dengan penghasilan bruto setahun sampai dengan 500 juta tidak dikenakan Pajak Penghasilan, untuk penghasilan diatas itu baru dikenakan Pajak Penghasilan 0,5% x penghasilan bruto.

Saya rasa ini PPh final yang paling populer. Jadi PPh UMKM ini khusus ditujukan kepada Anda para pengusaha (baik itu orang pribadi atau badan) yang masuk kedalam golongan Usaha Mikro Kecil dan menengah dengan omset satu tahun tidak lebih dari 4,8 Miliar dapat menggunakan PPh final ini.

Tarif nya sangat kecil yaitu 0,5% x omset Anda sebulan. Jadi misal kan Anda punya usaha omset 10 Juta satu bulan, maka Pajak penghasilan yang harus Anda bayarkan bulan itu adalah 0,5%x10.000.000= 50.000,-

PPh final PP 23 ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018 dan dapat digunakan hingga 7 tahun (WP Orang Pribadi), 4 tahun (WP Badan CV, Firma dan sejenis), dan 3 tahun kedepan (WP Badan PT).

2. Bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro, tarif pajak 20%

3. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi, tarif pajak 10%

4. Penghasilan dari bunga obligasi (Surat Utang & Surat Utang Negara lebih dari 12 bulan), tarif 15% untuk WP dalam negeri dan 20% untuk WP luar negeri

5. Dividen yang diterima WP orang pribadi dalam negeri, tarif 10%

6. Hadiah undian (ingat ya, hadiah yang diundi, bukan hadiah kompetisi), tarif 25%

7. Transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa, tarif 2,5%

8. Transaki penjualan saham, tarif (0,5% untuk saham pendiri dan 0,1% untuk bukan saham pendiri)

9. Penghasilan dari Jasa konstruksi

Ada terdapat perbedaan antara tarif yang dikenakan kepada perancang/pengawas dengan pelaksana Jasa konstruksi. Hal ini bisa dilihat dari Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) yang dimiliki kontraktor/pemborong tersebut.
-Pelaksana jasa konstruksi SIUJK kecil,  tarif 2%
-pelaksana jasa konstruksi SIUJK sedang dan besar, tarif 3%
-pelaksana jasa konstruksi memiliki SIUJK tapi sudah tidak berlaku, tarif 4%
-perancang/pengawas jasa konstruksi memiliki SIUJK, tarif 4%
-perancang/pengawas jasa konstruksi memiliki SIUJK tapi sudah tidak berlaku, tarif 6%

Jika tidak memiliki SIUJK bisa jadi menjadi PPh 23 (untuk badan) dan PPh 21 (untuk WP Orang Pribadi).

10. Penghasilan dari sewa tanah dan bangunan, tarif 10%

11. Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan

Jika sebelumnya tarif nya adalah 5%, dengan keluarnya PP nomor 34 tahun 2016, maka tarifnya menjadi:
- 2,5% untuk pengalihan selain hak atas tanah dan bangunan rumah sederhana dan atau rumah susun sederhana oleh WP yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan bangunan
- 1% untuk pengalihan hak atas tanah dan bangunan rumah sederhana dan atau rumah susun sederhana oleh WP yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan bangunan
- 0% untuk pengalihan kepada pemerintah, BUMN yang mendapatkan penugasan khusus dari pemerintah, dan BUMD yang mendapatkan penugasan khusus dari pemerintah sebagaimana diatur dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

ii. PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh WP orang pribadi dalam negeri. Semenjak PP nomor 23 tahun 2018, maka orang pribadi yang pengusaha dengan omset setahun kurang dari 4,8 Miliar dapat menggunakan PPh final PP 23 tahun 2018. Biasanya PPh pasal 21 ini dikenakan untuk pegawai, baik itu pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap dan biasanya pajaknya sudah langsung dipotong oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, pihak yang membayarkan honor, maupun penyelenggara kegiatan.

iii. PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 sesuai UU nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap perdagangan barang dan impor barang. Tarif nya berbeda-beda, saya tidak akan merinci secara detail, namun beberapa tarifnya adalah sebagai berikut:
  • atas impor barang, memiliki Angka Pengenal Impor (API), tarif 2,5%, tidak memiliki API tarif 7,5%
  • atas pembelian barang yang dilakukan pemerintah, tarif 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final)
  • atas penjualan hasil produksi barang tertentu, yaitu kertas 0,1%x DPP PPN, semen 0,25% x DPP PPN, baja 0,3% x DPP PPN, otomotif 0,45 x DPP PPN (seluruhnya bukan PPh final)
  • penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen. Tarif nya berbeda-beda yaitu untuk bahan bakar (minyak, gas, dan pelumas) untuk SPBU yang menjual BBM yang dibeli dari pertamina tarif nya 0,25% selain itu 0,3%. Jika yang membeli adalah SPBU dan selain pelumas maka masuk PPh final, begitu sebaliknya, jika yang membeli bukan SPBU dan untuk pembelian pelumas juga tidak final.
  • Untuk pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul yang ditetapkan, tarifnya 0,25% x harga pembelian (exclude PPN)
  • impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir tarifnya 0,5% x nilai impor
  • atas pembelian pesawat, kapal pesiar, rumah, apartemen, kondominium diatas 10M, kendaraan diatas 5M, tarifnya cari tahu sendiri. 

iii. PPh Pasal 23

Jika PPh 22 merupakan Pajak penghasilan yang dipotong atas barang, maka PPh pasal 23 adalah Pajak Penghasilan yang dipotong atas jasa. Secara rinci, PPh 23 adalah Pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari wajib pajak atas penghasilan yang diperoleh dari modal (dividen, bunga, royalti), penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh 21.

Objek dan Tarif PPh 23:
  • dividen (kecuali yang dibayarkan kepada orang pribadi maka merupakan PPh final), bunga, dan royalti, tarif nya adalah 15% x jumlah bruto
  • sewa (kecuali sewa tanah dan bangunan yang merupakan PPh final), tarif 2% x jumlah bruto
  • imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, jasa konstruksi (bagi yang tidak memiliki SIUJK), tarif 2% x jumlah bruto
  • imbalan atas jasa-jasa yang termaktub di PMK nomor 141/PMK.03/2015, tarif 2% x jumlah bruto

iv. PPh pasal 24

PPh pasal 24 ini adalah mengatur tentang kredit pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri dari luar negeri yang boleh dikreditkan di dalam negeri. Sederhananya adalah apabila ada orang/badan yang merupakan wajib pajak dalam negeri mendapatkan penghasilan dari luar negeri dan sudah dipotong pajak di luar negeri, maka atas pajak yang sudah dipotong di luar negeri tersebut dapat menjadi kredit pajak orang tersebut atas SPT tahunan orang/badan tersebut di masa (tahun) pajak yang sama.

Yang harus digaris bawahi adalah jumlah kredit pajak yang diperbolehkan adalah dengan membandingkan perhitungan kredit pajak pasal 24 dengan jumlah pajak yang sudah dibayarkan di luar negeri, dicari mana yang lebih kecil.

contoh:

Rahmat (K/0) memperoleh hadiah di dubai sebesar Rp 1,8 miliar dan tarif pajak dubai adalah 20%. Rahmat juga memperoleh penghasilan dalam negeri sebesar 100 juta setahun, maka jumlah maksimal kredit pajak atas penghasilan luar negeri (PPh 24) rahmat yang boleh dikreditkan di Indonesia adalah:

Total penghasilan:

dalam negeri:                                 Rp     100.000.000,-
luar negeri:                                    Rp  1.800.000.000,-
total                                               Rp  1.900.000.000,-
PTKP (K/0)                                   Rp     (58.500.000)
Penghasilan kena pajak:                Rp 1.841.500.000,-

PPh terutang:
5% x 50.000.000      =            2.500.000
15%x200.000.000    =          30.000.000
25%x250.000.000    =          62.500.000
30%x1.341.500.000 =        402.450.000
total PPh terutang     =        497.450.000

batas maksimum kredit pajak luar negeri:

(penghasilan luar negeri/penghasilan kena pajak) x total PPh terutang= batas maksimum PPh 24

(1.800.000.000/1.841.500.000) x 497.450.000= Rp 486.239.479

PPh yang sudah dipotong di dubai: 20% x 1.800.000.000= Rp 360.000.000,-

setelah melihat perbandingan antara batas maksimum kredit pajak yang diperkenankan dengan PPh yang telah dipotong di dubai, maka kredit pajak yang diperkenankan adalah hanya sebesar Rp 360.000.000,- (mana yang lebih kecil antara PPh yang dipotong di luar negeri dengan batas maksimum kredit pajak yang diperkenankan).

v. PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 sederhana nya adalah angsuran pajak, sederhananya adalah seorang wajib pajak mengangsur Pajak penghasilan nya setiap bulan sehingga ketika di akhir tahun wajib pajak tersebut tidak kaget lagi dengan jumlah pajak yang terutang karena sudah diangsur setiap bulannya.

PPh Pasal 25 ini tidak berlaku untuk WP Pengusaha dengan omset setahun kurang dari 4,8 miliar yang menggunakan PP 23 tahun 2018 karena WP tersebut sudah dikenai PPh final.

Metode yang paling sering digunakan dalam menghitung PPh Pasal 25 adalah dengan melihat Berapa jumlah Pajak yang terutang tahun sebelumnya dikurangi kredit pajak (21, 22,23,24) lalu dibagi 12 bulan. Angka yang didapat inilah yang dijadikan patokan PPh pasal 25 (angsuran pajak) untuk tahun berikutnya.

Baca lebih detail lagi terkait PPh Pasal 25 ini di artikel lainnya, karena ada beberapa pengecualian dan metode perhitungan yang berbeda untuk beberapa wajib pajak tertentu.

vi. PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 adalah Pemotongan Pajak penghasilan untuk Wajib Pajak Luar Negeri (WP LN) yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Tarif Pajak nya adalah 20% atau tarif lain jika antar kedua negara terdapat P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda), dan bersifat final.

Kategori subjek pajak luar negeri adalah:
-bukan warga negara Indonesia
-tidak bertempat tinggal di Indonesia
-tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam satu tahun di Indonesia
-perusahaan yang didirikan tidak di indonesia, tidak beroperasi di Indonesia, yang menjalankan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

vii. PPh Pasal 29

PPh pasal 29 adalah istilah dari pajak kurang bayar yang terdapat dalam SPT Tahunan. Jika Anda sudah merasa membayar pajak setiap bulan atas penghasilan yang Anda dapatkan, lalu ketika Anda membuat SPT Tahunan dan hasilnya Kurang Bayar (SPT KB), nah kurang bayar di SPT Tahunan inilah yang dinamakan PPh Pasal 29.

viii. PPh Pasal 15

PPh pasal 15 ini mengatur pajak penghasilan untuk wajib pajak tertentu, yaitu:
-perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional;
-perusahaan pelayanan dalam negeri;
-perusahaan asuransi luar negeri;
-perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi;
-perusahaan dagang asing;
-perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah atau build-operate-transfer (BOT) biasanya terkait proyek infrastruktur seperti jalan tol, kereta bawah tanah, dll.

Tarif PPh Pasal 15:
  • perusahaan penerbangan dalam negeri: 1,8% x peredaran bruto yang diterima dari perjanjian charter. (tidak final)
  • perusahaan pelayaran dalam negeri: 1,2% x peredaran bruto. (PPh final)
  • perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri: 2,64% x peredaran bruto. (PPh final)
  • WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia namun tidak memiliki perjanjian P3B dengan indonesia: 0,44% x nilai ekspor bruto. (PPh final)
  • Pihak yang melakukan kemitraan dengan bentuk bangun-guna-serah: 5% x nilai tertinggi antara nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
  • WP yang melakukan contract manufacturing internasional (usaha jasa maklon) di bidang produksi mainan anak-anak: 7% x tarif pasal 17 ayat 1 huruf b x total biaya pembuatan (tidak termasuk biaya bahan baku/direct materials). (PPh final).

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diatur dalam UU No. 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga UU No. 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM. Pada dasarnya PPN dikenakan pada Barang dan Jasa Kena Pajak diluar negative list yang ada dalam UU tersebut.

PPN ini mekanisme pengenaannya adalah dengan melihat perbandingan Pajak Keluaran (PPN atas penjualan barang dan atau jasa kena pajak) dikurangi dengan Pajak Masukan (PPN atas pembelian barang dan atau jasa kena pajak) dalam suatu masa pajak yang sama, jadi misalkan seorang Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebut saja Tuan Badu dalam masa pajak Juni 2021 memiliki Pajak Keluaran sebesar 1.000 dan Pajak Masukan sebesar 900, maka PPN yang masih harus dibayar Tuan Badu untuk masa Juni adalah PK-PM= 1.000-900=100 (kurang bayar PPN sebesar 100).

Tarif PPN ini pada dasarnya adalah 10% walaupun dasar pengenaan pajaknya (DPP) yang dalam kasus tertentu beraneka ragam membuat tarifnya seakan-akan tidak 10%. Berapa jenis usaha yang dikenakan PPN dengan DPP berbeda adalah:
  • PKP yang usaha nya semata-mata melakukan penjualan kendaraan bekas secara eceran (PMK 79/PMK.03/2010) yang mana cara termudah menghitungnya adalah dengan mengalikan 1% x Pajak Keluaran=Jumlah PPN yang masih harus dibayar (detail baca PMK 79).
  • PKP yang usahanya semata-mata melakukan penjualan emas perhiasan secara eceran (PMK 79/PMK.03/2010) yang mana cara termudah menghitungnya adalah dengan mengalikan 2% x Pajak Keluaran=Jumlah PPN yang masih harus dibayar (detail baca PMK 79).
  • PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) (PPN Pasal 16C UU PPN) merupakan PPN yang dikenakan atas kegiatan membangun bangunan tidak dalam usaha atau pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau orang lain. (PMK 163/PMK.03/2012). Adapun suatu bangunan memenuhi syarat KMS adalah apabila konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja. Syarat kedua diperuntukkan untuk tempat tinggal atau tempat usaha. Syarat ketiga luas keseluruhan paling sedikit 200 m2. Cara termudah menghitung PPN KMS adalah dengan mengalikan 2% x total biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan diluar biaya perolehan tanah.
  • PPN atas penyerahan aktiva tetap yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (PPN Pasal 16D UU PPN) ialah PPN yang dikenakan terhadap penjualan Barang Kena Pajak berupa aset perusahaan  yang pada tujuan awalnya tidak untuk diperjualbelikan. Tarif nya sama saja yaitu 10%, hanya saja terdapat beberapa ketentuan seperti barang yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak (BKP), artinya jika perusahaan menyumbangkan beras berarti tidak kena PPN (Beras Bukan BKP), lalu tidak memperhatikan Apakah ada atau tidak Pajak Masukan yang harus dibayar penjual aset tersebut saat menjual aset nya, sehingga ada atau tidak PM saat membelinya dulu, ketika barang tersebut aset yang tujuan awalnya tidak untuk diperjualbelikan, maka dikenakan PPN. Ada dua kriteria pengecualian PPN Pasal 16D, hal ini terkait Pajak masukannya tidak dapat dikreditkan, yaitu: Penjualan aktiva yang tidak memiliki hubungan langsung dengan usaha, kedua pengkreditan pajak masukan tidak dapat dilakukan bagi pengeluaran untuk perolehan kendaraan sedan atau station wagon kecuali barang dagangan atau sewaan. Agak njlimet ya PPN 16D, mudahnya adalah PPN Pasal 16 D tidak dikenakan untuk aktiva tetap yang dijual apabila dulu saat memperolehnya Pajak Masukan nya tidak dapat dikreditkan (baca UU PPN Pasal 9 ayat 8 mengenai apa saja yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan). 

3. PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)

Pajak pusat selanjutnya adalah PPnBM alias Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Sudah jelas dari namanya Pajak ini hanya dikenakan pada penjualan barang-barang yang tergolong mewah. Pengenaan PPnBM hanya 1 kali saat penyerahan oleh produsen/pabrik ke konsumen atau saat impor barang dilakukan.

Adapun tarif PPnBM ini bervariasi mulai dari 10% hingga 200% (UU No. 42 tahun 2009).

Terdapat dua kelompok pengenaan PPnBM, yaitu pengenaan terhadap Kendaraan Bermotor (PMK 33/PMK.010/2017) dan pengenaan terhadap non kendaraan bermotor (PMK 35/PMK.010/2017).

a. PPnBM Kendaraan Bermotor

- Tarif 10% untuk kendaraan bermotor pengangkutan 10-15 orang diesel/semi diesel. Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 orang, selain sedan/station wagon, silinder s.d. 1.500 cc. 

-Tarif 20% untuk kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 orang selain sedan/station wagon, silinder 1.500-2.500 cc. Kendaraan double cabin, double gardan (4x4), dengan massa total tidak lebih dari 5 ton.

-Tarif 30% untuk kendaraan pengangkutan kurang dari 10 orang, double gardan dengan silinder s.d. 1.500 cc.

-Tarif 40% untuk kendaraan pengangkutan kurang dari 10 orang selain sedan dan wagon dengan silinder 2.500 s.d. 3.000 cc. kendaraan double gardan silinder 1.500 s.d. 3.000 cc pengangkutan kurang dari 10 orang. 

-Tarif 50% untuk seluruh kendaraan yang digunakan untuk Golf.

-Tarif 60% untuk kendaraan roda dua silinder lebih dari 250 s.d. 500cc. Kendaraan khusus yang dibuat untuk di salju, di gunung, di pantai dan kendaraan lainnya semacam itu.

-Tarif 125% untuk kendaraan pengangkutan kurang dari 10 orang silinder 3.000 cc keatas. Kendaraan pengangkutan kurang dari 10 orang silinder lebih dari 2.500 cc diesel. Kendaraan roda dua dengan silinder lebih dari 500 cc. Trailer atau semi trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

b. Tarif PPnBM Non Kendaraan Bermotor

-Tarif 20% untuk rumah atau town house dari jenis non strata tittle dengan harga jual 20 miliar atau lebih. Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata tittle dan sejenisnya dengan harga jual 10 miliar atau lebih.

-Tarif 40% untuk kelompok balon udara yang dapat dikemudikan dan pesawat udara tanpa penggerak. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara,  yang terdiri dari peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.

-Tarif 50% untuk kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga yang terdiri dari helikopter, pesawat udara dan kendaraan lainnya, selain helikopter. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara yang terdiri dari senjata artileri, revolver dan pistol, senjata api (selain revolver dan pistol), dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.

-Tarif 75% untuk kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam yang dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum. Yatch kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.

Itulah tarif-tarif PPnBM yang ada saat ini. Pertanyan saya adalah PPnBM 200% seperti yang dibunyikan di Undang-Undang itu dikenakan atas apa ya? wkwkwk...

4. Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan (PBB P3).

Pada awalnya tidak ada istilah PBB P3 atau PBB P2 (Perkotaan dan Pedesaan). Istilah-istilah ini muncul setelah terbitnya Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mana mengamanatkan pengelolaan PBB P2 kepada pemerintah daerah.

Jadi pada awalnya pengelolaan PBB itu seluruhnya ada pada Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, namun puncaknya pada 1 Januari 2014, pengelolaan PBB P2 di seluruh Indonesia sudah diamanatkan kepada Pemerintah Daerah.

Undang-Undang yang mengatur tentang PBB ini adalah UU No. 12 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Perlu diketahui bahwa meskipun objek PBB adalah Bumi dan Bangunan, namun tidak semua nya menjadi objek PBB, ada objek yang tidak dikenai PBB, yaitu:
  1. digunakan semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
  2. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
  3. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
  5. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Tarif yang dikenakan untuk PBB P3 ini adalah 0,5% x Nilai Jual Kena Pajak.



Setelah membahas Pajak Pusat, saya harap pembaca semua sudah paham bahwa pajak pusat alias pajak yang dikelola oleh Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak itu hanya ada 4 (empat) macam yaitu:
  • Pajak Penghasilan (PPh)
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan
  • Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan (PBB P3).

B. Pajak Daerah

Pajak daerah sederhana nya adalah Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah. Adapun Pajak Daerah menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pasal 1 angka (10) disebutkan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Jenis Pajak Daerah terbagi dua, yaitu:

1. Pajak Provinsi (yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi)

Pajak Provinsi meliputi:
  • Pajak kendaraan bermotor
  • Bea balik nama kendaraan bermotor
  • Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
  • Pajak air permukaan, dan
  • Pajak rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota (yang dikelola oleh Kabupaten/Kota)

Pajak Kabupaten/Kota meliputi:
  • Pajak Hotel
  • Pajak Hiburan
  • Pajak Restoran
  • Pajak Reklame
  • Pajak Penerangan Jalan
  • Pajak Mineral bukan logam dan batuan
  • Pajak Parkir
  • Pajak Air Tanah
  • Pajak Sarang Burung Walet
  • Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaaan dan Perkotaan (PBB P2), dan 
  • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Mari kita ulas satu per satu pajak daerah ini secara singkat berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

1. Pajak Provinsi

a. Pajak Kendaraan Bermotor

Ini salah satu jenis pajak yang paling populer di masyarakat, pada masa sekarang hampir semua orang sudah memiliki kendaraan bermotor dalam satu kepala keluarga, maka tidak heran jika pajak yang satu ini sangat populer. 

Tarif Pajak Kendaraan bermotor:
- 1% paling tinggi 2% untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama
- 2% paling tinggi 10% dan dapat ditetapkan secara progresif untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya
-0,5 % paling tinggi 1% untuk kendaraan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial keagamaan, pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, serta Kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
-0,1% paling tinggi 0,2% untuk alat berat atau alat besar

Tarif pajak kendaraan bermotor ini ditetapkan dengan peraturan pemerintah daerah, jadi jangan heran jika antara satu daerah dengan daerah lainnta tarif nya berbeda-beda namun tetap dalam batasan yang masih dalam range yang ditetapkan Undang-Undang. Peraturan ini berlaku juga terhadap pajak daerah lainnya.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Jika pajak daerah sebelumnya menjadikan kendaraan bermotor itu sendiri sebagai objek pajaknya, nah selanjutnya apabila terjadi penyerahan kendaraan bermotor dari satu pihak ke pihak lainnya juga dikenakan bea balik nama kendaraan bermotor. Adapun tarifnya sebagai berikut:

- 20% untuk penyerahan pertama kendaraan bermotor
- 1% untuk penyerahan kedua dan selanjutnya
- 0,75% untuk penyerahan pertama kendaraan yang tidak menggunakan jalan umum dan alat-alat berat
-0,075% untuk penyerahan kedua dan seterusnya kendaraan yang tidak menggunakan jalan umum dan alat-alat berat

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Jadi selain terkena pajak kendaraan bermotor dan terkena pajak saat terjadi transaksi jual beli kendaraan yang mengakibatkan terjadinya balik nama, kendaraan bermotor juga dikenakan pajak pada bahan bakar yang digunakan. Adapun tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah:

- 10% x nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum PPN

- khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan umum dapat dikenakan tarif 50% lebih rendah dari tarif diatas.

Pertanyaan awam saya adalah, Bagaimana membedakan yang mengisi minyak adalah kendaraan umum atau non umum? Atau jangan-jangan inilah penyebab Mengapa harga solar lebih murah dari yang lain? sebab memang solar paling banyak digunakan pada kendaraan umum.

d. Pajak Air Permukaan

Pengenaan pajak air permukaan ini dikecualikan untuk penggunaan air permukaan bagi keperluan rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan.

Jadi menurut saya pajak air permukaan ini dikenakan bagi orang/badan yang menggunakan air permukaan untuk keperluan industri, misal: untuk industri air minum dsb.

Tarif pajak air permukaan adalah:

- 10% x nilai perolehan air permukaan

e. Pajak Rokok

Pajak daerah yang masuk kedalam pajak provinsi yang terakhir adalah pajak rokok. 

Tarif pajak rokok adalah 10% x cukai rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota

a. Pajak Hotel

Buat Anda yang sering menginap di hotel, maka secara sadar atau tidak, jumlah yang Anda bayarkan untuk menginap di hotel tersebut sudah dikenai Pajak Hotel. 

Tarif Pajak hotel adalah 10% x jumlah yang Anda bayarkan untuk menginap di hotel.

b. Pajak Restoran

Selain Anda yang sering menginap di hotel akan dikenakan pajak, Anda yang juga sering makan di restoran juga akan dikenakan pajak restoran. Pajak restoran ini tarif nya adalah 10% dari jumlah yang  Anda bayarkan.

Disini ada satu hal yang acap kali kita temui di struk restoran yang tertulis "Pajak 10%" atau tulisan "PPN", nah perlu diluruskan PPN disini bukanlah Pajak Pertambahan Nilai sebab makanan yang disajikan di restoran bukanlah objek PPN, melainkan yang benar tulisan pada struk itu tertulis "PPn" huruf "n" nya huruf kecil yang berarti Pajak Penjualan.

c. Pajak Hiburan

Bagi Anda yang kurang hiburan dan ingin mencari hiburan dengan menonton bioskop, sadar atau tidak maka Anda akan dikenakan pajak hiburan.

Pajak hiburan ini ada beraneka ragam jenisnya, mulai dari nonton entah itu nontoh bioskop atau nonton hal-hal lainnya yang berbayar hingga diskotek, panti pijat, spa dsb.

Jadi jangan heran jika diskotek, panti pijat, karaoke dsb menjamur di tengah-tengah kita sebab mereka membayar pajak ke daerah yang secara tidak langsung pemerintah membolehkan nya. Tinggal Anda sendirilah yang harus timbang-timbang hiburan mana yang bagus buat Anda dan mana yang kurang bagus.

Jika Anda baca sejarah, sekitar tahun 60-70 Jakarta Gubernur Jakarta saat itu Ali sadikin melegalkan tempat perjudian di Jakarta dengan syarat mereka membayar Pajak dan itu ampuh membuat Jakarta yang terpuruk keuangan saat itu dapat bangkit. Begitu juga Kota Batam yang sangat familiar dalam kepalaku karena aku lahir dan besar disana, Batam dahulu pernah sangat eksis di Indonesia, selain Kota tersebut tertata rapi oleh Habibie, ditetapkan sebagai Kota Industri, namun jika Anda semua mau tahu, yang dulu membuat Batam sangat mahsyur adalah karena dahulu diperbolehkan nya perjudian di Batam yang membuat penerimaan daerah kota Batam sangat surplus dan bisa membangun Batam sangat baik. Lain dengan sekarang, Batam sudah banyak ditinggalkan dan semua itu tinggal kenangan, termasuk aku yang sudah meninggalkannya sejak 2013, wkwkwk...

Tarif pajak hiburan ini bervariasi, antara lain:
- Tarif pajak hiburan paling tinggi ditetapkan sebesar 35% 
- khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klub malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburannya dapat dikenakan paling tinggi 75%
- Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan sebesar maksimal 10%

d. Pajak Reklame

Anda semua pasti pernah melihat reklame besar-besar di pinggir jalan. Nah reklame-reklame ini juga dikenakan pajak daerah. Tarif Pajak reklame adalah 25% x nilai sewa reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

Jika malam hari Anda melihat lampu jalan raya terang benderang, sadar atau tidak Anda-Anda semua yang memiliki kendaraan bermotor jualah yang membayar biaya menerangi jalan itu.

Pada STNK motor Anda dari singkatan-singkatan yang ada, jika Anda mau teliti mencari tahu apa singkatan-singkatan itu, maka Anda akan menemui Pajak Penerangan Jalan.

Tarif Pajak Penerangan Jalan adalah:
- 10% x nilai jual tenaga listrik
- 3% x nilai jual tenaga listrik (untuk sumber lain oleh industri, pertambangan minyak dan gas bumi)
- 1,5% x nilai jual tenaga listrik (untuk penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri).

Bingung maksud kata-kata diatas? sama saya juga, wkwkwk...saya hanya menyalin apa isi UU nya.

f. Pajak mineral bukan logam dan batuan

Ada banyak jenis mineral yang bukan logam dan batuan, seperti asbes, batu tulis, batu kapur, granit, marmer, tanah liat, tawas dan masih banyak lagi (lihat di UU), nah ini semua dikenakan Pajak mineral bukan logam dan batuan.

Adapun tarif pajak mineral bukan logam dan batuan adalah paling tinggi 25% x nilai jual

g. Pajak Parkir

Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Tarif pajak parkir paling tinggi sebesar 30% x jumlah yang harus dibayarkan kepada penyelenggara parkir.

h. Pajak Air Tanah

Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan/pemanfaatan air tanah. Dikecualikan dari pajak air tanah adalah pengambilan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan dan yang diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah Daerah.

Tarif Pajak Air Tanah paling tinggi adalah sebesar 20% x nilai perolehan air tanah.

i. Pajak Sarang Burung Walet

Objek Pajak Sarang Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Dikecualikan dari pengenaan pajak sarang burung walet adalah pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Tarif Pajak Sarang Burung Walet adalah paling tinggi 10% x nilai jual sarang burung walet.

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB P2)

Jika PBB P3 menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, maka PBB P2 menjadi kewenangan pemerintah daerah. Cara perhitungan nya tidak jauh berbeda dengan cara menghitung PBB P3, hanya saja tarif PBB P2 ini adalah 0,3% x Nilai Jual Kena Pajak.


Sepertinya kita akan bahas di artikel lain mengenai PBB P2 ini, sebab terlalu rumit dan panjang jika dijelaskan disini.

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Ketika Anda melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunan, maka apabila nilai jual melebihi nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) maka Anda sebagai pembeli akan dikenai BPHTB.

Tarif BPHTB paling tinggi adalah 5% x (Nilai transaksi/NJOP mana yang lebih tinggi-NJOPTKP).

NJOPTKP paling rendah yang ditetapkan pemerintah adalah:
- Rp 60.000.000 untuk transaksi Jual beli
- Rp 300.000.000 untuk waris, hibah, hibah wasiat

Jadi ketika Anda melakukan transaksi jual beli rumah, si Penjual akan dikenakan Pajak Penjual yang merupakan pajak pusat yang besarnya adalah 2,5% x nilai transaksi. Nah, jika Anda bertindak sebagai pembeli maka Anda akan dikenakan BPHTB/pajak pembeli dan ini merupakan pajak daerah. Untuk mempermudah penjelasannya maka akan saya berikan contoh:

Tuan A menjual rumah dengan nilai transaksi Rp 500.000.000 kepada Tuan B. Nilai NJOP objek tanah dan bangunan tersebut di PBB adalah sebesar Rp 300.000.000, hitunglah Pajak Jual dan Pajak Beli yang harus dikeluarkan kedua belah pihak?

Pajak Jual: 2,5% x 500.000.000= Rp 12.500.000,- 

Pajak Beli/BPHTB: 5% x (500.000.000 - 60.000.000) = Rp 22.000.000,-

Namun Apakah praktek di lapangan nya seperti itu? Ternyata tidak juga, terkadang pihak PPAT dan klien (penjual dan pembeli) mencantumkan nilai transaksi tidak sebesar harga sebenarnya di Akta Jual Beli yang bertujuan untuk mengecilkan pajak. Saya tidak berbicara sembarangan, sebab saya pernah bekerja di Notaris selama hampir 3 tahun, jadi saya tahu persis mengenai hal ini.

Apabila kita menggunakan nilai NJOP yang terdapat di PBB, biasanya nilai itu jauh sangat kecil dan tidak mencerminkan harga pasar sebenarnya, sehingga sangat jarang sekali nilai NJOP ini yang dijadikan perhitungan Pajak Penjual dan Pajak Pembeli.

Satu lagi pesan saya sebelum Anda bertransaksi Jual beli tanah dan atau bangunan, selesaikan saat itu juga segala urusan Anda dengan penjual dan pembeli hingga Sertifikat Tanah Anda bisa dibalik namakan ke Anda. Memang bisa saja melakukan Pernyataan Ikatan Jual Beli dan Kuasa Jual (Akta PIJB/PPJB dan Kuasa Menjual) yang mengakibatkan setelah Akta ini ada maka si pembeli dapat menjadi penjual dan pembeli sekaligus, tapi ingat, seingat saya PIJB+Kuasa Jual ini memiliki jangka waktu dan sangat berbahaya jika hingga habis masa Akta PIJB+Kuasa Jual ini namun Anda belum juga melakukan balik nama sertifikat ke nama Anda hanya karena ingin mengirit Pajak Jual/Beli saat transaksi berlangsung.

Jangan bodoh membeli suatu bidang tanah yang belum punya sertifikat tanah (misal masih berbentuk surat camat/girik dsb.) jika di daerah itu sering terjadi sengketa. Lebih baik membeli tanah yang sudah punya sertifikat dan lakukan pengecekan sertifikat di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jangan lakukan transaksi jual beli hingga sertifikat tersebut dapat dibuktikan keabsahan nya di BPN. Ingat Gaes, rambut sama hitam dalam hati siapa yang tahu.

Sekian dulu pembahasan saya mengenai Pajak Daerah dan Pajak Pusat, semoga bermanfaat.






   
 

 





Posting Komentar untuk "Pajak pusat dan pajak daerah"