![]() |
Tanpa banyak disadari orang bahwa dalam perundang-undangan resmi (hukum positif) mengandung kalimat-kalimat atau kosa-kata yang tidak tepat dalam penggunaannya sebagai bahasa formal. Hal yang demikian ini tentu bagi banyak orang awam tidak dirasakan dampak negatif permasalahannya. Oleh karena penggunaan kalimat-kalimat ataupun kosa kata yang tidak tepat ke dalam rumusan norma hukum positif dapat menimbulkan permasalahan serius dalam hal penafsirannya, baik oleh para yurists maupun para pejabat pemerintahan. Penggunaan kata sambung, kata ganti orang/tempat, kata ulang yang tidak tepat dapat menyebabkan rumusan kalimat dalam norma-norma hukum positif menjadi misleading, tidak efisien bahkan keliru dari apa yang sebenarnya yang dimaksudkan itu. Dari hasil identifikasi para pakar bahasa dan hukum, tidak kurang ada enam ketidaktepatan penerapan kaidah bahasa yang ditemukan dalam peraturan-perundangan di Indonesia. Seperti pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca, pemilihan kata, pemakaian ungkapan penghubung, dan perincian yang tidak sejajar. Padahal apabila merujuk pada UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebutkan bahwa bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata bahasa Indonesia. Baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Olehkarenanya, penerapan tata bahasa Indonesia berdasarkan pedoman umum EYD menjadi mutlak diperlukan untuk diterapkan. Sebagai non-contoh, rumusan Pasal 282 ayat 2 Bab XIV KUHP apabila disimak ternyata mengandung penulisan gabungan kata yang keliru dan penggunaan kosa-kata tidak formal menurut ketentuan pedoman EYD. Demikian pula pada Pasal 99a Bab IV dan Pasal 135 Bab VI KUHPer juga mengandung kekeliruan pemakaian kosa-kata maupun kata gabungan yang tidak sesuai konteksnya
Pertanyaan
1. Uraikan manfaat dari hasil
mempelajari cara pemakaian kalimat dan/atau kosa-kata yang benar dan baik dalam
merumuskan norma hukum!
Jawab:
Tentu saja sangat bermanfaat, dengan adanya
mempelajari kalimat dan/atau kosa-kata hukum yang benar, maka tidak akan
terjadi kesalapahaman pengertian hukum, lalu para pembelajar hukum menjadi tahu
apa saja arti-arti kata hukum yang memang kebanyakan masih banyak menggunakan
Bahasa belanda.
2. Tunjukkan rumusan
kalimat/kosa-kata dalam norma pada pasal-pasal yang mengandung kekeliruan
sebagai identifier, yaitu: 1) pemakaian huruf kapital, 2) penulisan kata, 3)
pemakaian tanda baca, 4) pemilihan kata, 5) pemakaian ungkapan penghubung, dan
6) perincian yang tidak sejajar. Beri penjelasan pada tanda huruf tebal, miring
dan garis bawah pada kalimat/kosa kata hasil identifikasi anda.
a.
pemakaian huruf kapital
b.
penulisan kata/Syntax error
c.
pemakaian tanda baca
d.
pemilihan kata
e.
pemakaian ungkapan penghubung
f.
perincian yang tidak sejajar
Non-contoh:
Pasal
282 ayat 2 Bab XIV KUHP “Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar
kesusilaan, ataupun barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan
mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa
secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan,
atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya
untuk menduga bahwa tulisan, gambazan atau benda itu melanggar kesusilaan,
dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.”
Hasil
identifkasi:
1)
Kekeliruan pemilihan kata melalui gabungan kata “barangsiapa” semestinya
“barang siapa”;
2)
Keliruan pemilihan kata melalui kata tidak formal “membikin” semestinya
“membuat”;
3)
Kekeliruan tanda baca “meneruskan” tanpa tanda baca “koma” (,) semestinya
kalimat pasif “meneruskan,”;
4)
Kekeliruan perincian yang tidak sejajar “mengeluarkannya” dengan kata ganti
“nya” semestinya “mengeluarkan”;
5)
Kekeliruan tanda baca “persediaan,” tanpa tanda baca “titi-koma” semestinya
“persediaan;”
6)
Kekeliruan pemilihan kata “menduga” melalui kalimat aktif semestinya kalimat
pasif “diduga”;
7)
Kekeliruan penulisan kata/Syntax error “gambazan” semestinya “gambaran”; dst.
Temukan
dalam pasal-pasal lainnya (pilihan pasal-pasal adalah bebas) yang melengkapi ke
6 identifier kekeliruan tersebut!
Jawab:
Pasal 99a KuhPerdata
Pembatalan
suatu perkawinan oleh Pengadilan atas tuntutan Kejaksaan di Pengadilan tersebut
harus didaftar dalam daftar perkawinan yang sedang berjalan oleh Pegawai
Catatan Sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan cara yang sesuai
dengan alinea pertama Pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil untuk golongan
Eropa atau alinea pertama Pasal 72 Reglemen yang sama untuk golongan Tionghoa.
Tentang pendaftaran itu harus dibuat catatan pada margin akta perkawinan. Bila
perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di
Jakarta.
a.
pemakaian huruf kapital:
“oleh Pengadilan”, seharusnya “oleh pengadilan”, sebab penggunaan huruf kapital
pada kata pengadilan tidak tepat karena bukan awalan kalimat maupun menunjuk
kepada suatu kantor pengadilan tertentu”
b.
penulisan kata/Syntax error:
“didaftar” seharusnya “didaftarkan”
c.
pemakaian tanda baca: “yang sedang
berjalan oleh” seharusnya “yang sedang berjalan, oleh” terdapat tanda koma
d.
pemilihan kata: “tentang
pendaftaran” sebaiknya diganti menjadi “terkait pendaftaran” atau “mengenai hal
tersebut”
Posting Komentar untuk "tanya jawab bahasa dan terminologi hukum 2"