tanya jawab hukum dan hak asasi manusia
1. Jakarta, CNN Indonesia–
Amnesty Internasional Indonesia (AII) menegaskan penyiksaan terhadap seorang
kuli di sel tahanan Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, adalah tindakan
kriminal. Polisi yang melakukan penyiksaan harus mendapat sanksi berat, tak cukup
sekadar sanksi disiplin. Menurut Usman, Direktur Eksekutif AII , penyiksaan
yang kerap dilakukan oleh aparat kepolisian disebabkan oleh lemahnya pencarian
bukti dalam proses penyelidikan. Praktik penyiksaan tersebut biasanya terjadi
ketika aparat ingin memperoleh pengakuan dari seseorang yang ingin ditetapkan
sebagai tersangka dalam sebuah kasus. Berdasarkan laporan KontraS, terdapat 48
praktik penyiksaan yang terjadi di lingkaran institusi Polri pada periode Juni
2019 hingga Mei 2020. Mayoritas penyiksaan terjadi di ranah Polres sebanyak 28
kasus, disusul Polsek 11 kasus, dan Polda 8 kasus. Dengan instrumen penyiksaan
menggunakan tangan kosong. KontraS menduga praktik penyiksaan berlangsung dalam
proses interogasi saat seseorang berstatus sebagai tersangka. Salah satu kasus
yang menjadi sorotan KontraS adalah kasus seorang pemuda di Jeneponto bernama
Irfan (20), yang diduga menjadi korban salah tangkap dan penyiksaan oleh lima
anggota Tim Pegasus Polres Jeneponto, Sulawesi Selatan. Warga Desa Sapanang, Kecamatan
Binamu, Kabupaten Jeneponto itu dipaksa mengaku oleh polisi sebagai pelaku
pencurian emas seberat 70 gram milik Daeng Nojeng, mantan atasannya. Namun,
keesokan harinya Irfan dilepaskan karena tidak terbukti melakukan tindak
pidana. Data KontraS itu, kata Usman, harus diperhatikan oleh para pemangku
kebijakan yakni pimpinan polisi, Komisi Kepolisian Nasional, Komnas HAM. DPR
dan Menteri Dalam Negeri juga harus terlibat. Sebelumnya, seorang kuli bangunan
bernama Sarpan (57), mengalami penyiksaan saat ditahan dalam sel tahanan Polsek
Percut Sei Tuan. Selama penyiksaan itu Sarpan dipaksa untuk mengakui bila
dirinya adalah pelaku pembunuhan terhadap Dodi Somanto. Padahal, tersangka
pelaku pembunuhan berinisial A sudah diamankan. Akibat peristiwa itu, warga Jalan
Sidomulyo, Pasar IX, Dusun XIII, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang ini menderita luka di sekujur tubuh dan wajahnya.
Sumber:https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200710111319-20-523166/amnesty-soalpenyiksaan-kuli-di-tahanan-itu-tindak-kriminal
Berdasarkan kasus
tersebut:
a. Uraikanlah
pendapat anda apakah peristiwa di atas merupakan bentuk pelanggaran hak bebas
dari penyiksaan (rights to be free from torture)?
Jawab:
Ya, peristiwa polisi menyiksa tahanan adalah
merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak bebas dari penyiksaan. Polisi
dilarang menyiksa tahanan ini sudah tertuang didalam Pasal 11 ayat 1 PERKAPOLRI
Nomor 8 tahun 2009 yang menyatakan bahwa setiap anggota polri dilarang
melakukan penyiksaan terhadap tahanan atau orang yang disangka terlibat dalam
kejahatan.
b. Jelaskan
instrumen hukum internasional dan instrumen hukum nasional tentang HAM yang dilanggar
oleh tindakan pada kasus tersebut di atas!
Jawab:
Pelanggaran hak
bebas dari penyiksaan melanggar beberapa instrumen hukum internasional dan
nasional. Secara internasional, ini melanggar Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau
Merendahkan Martabat Manusia (CAT). Di tingkat nasional, pelanggaran ini
diatur dalam UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
c. Berikan Analisa
saudara, apakah hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture)
termasuk dalam non derogable rights atau derogable rights ? Jelaskan alasan dan
argumentasi saudara!
Jawab:
Posting Komentar untuk "tanya jawab hukum dan hak asasi manusia"