tanya jawab pajak bumi dan bangunan

 Tanya Jawab Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


1. Pak Budi memiliki aset yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB). Aset tersebut didapat dari hasil waris turun temurun dan tidak ada transaksi jual beli yang terjadi.

Pertanyaan :

Saudara diminta dapat memberikan saran yang paling tepat untuk menentukan NJOP aset Pak Budi tersebut dan jelaskan dengan rinci.

Jawab:

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tidak ditentukan dari Apakah ada Jual beli atau tidak, namun NJOP itu melekat pada Tanah dan Bangunan itu sendiri. Adapun untuk menentukan Berapa NJOP suatu tanah dan bangunan itu bisa dilihat dari kelas tanah dan bangunan itu  yang sudah diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 150/PMK.03/2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar Pengenaan Pajak Bumi Bangunan.

Tinggal dilihat berapa kelas tanah dan bangunan wilayah sekitar atau jika tidak ditemukan PBB disekitar wilayah tersebut, Pejabat Penilai PBB dapat menemui perangkat desa setempat untuk bisa menanyakan harga pasar yang ada.

Adapun Pak Budi disini adalah penanggung pajak, karena pak Budi lah yang menjadi penerima waris yang juga seharunya nama pak Budi tertera dalam Surat Tanah/sertifikat tanah dan atau bangunan tersebut.


2. Pak Ridha memiliki tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak PBB. Setelah menerima SPPT/ SKP dari KP PBB, Pak Ridha menganggap bahwa luas tanah dan bangunan serta klasifikasi NJOP yang tercantum tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini mengakibatkan besaran pajak yang harus dibayar Pak Ridha lebih besar Rp10.000.000,- dari yang seharusnya. Kejadian ini sudah terjadi selama 2 tahun belakangan yakni tahun 2019 dan tahun 2020. Untuk itu, Pak Ridha mengajukan satu surat keberatan untuk SPPT 2019 dan 2020. Namun surat keberatan tersebut tidak dapat diterima.

Pertanyaan : Jelaskan mengapa surat keberatan tersebut tidak dapat diterima

Jawab:

Ada banyak sekali alas an Mengapa keberatan pajak tidak bisa diterima, salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat formal pengajuan keberatan. Adapun syarat formal tersebut adalah ditandatangani oleh Orang yang berhak, alasan keberatan, dan menyebutkan jumlah yang seharusnya.

Selanjutnya adalah tidak terpenuhinya syarat materiil, seperti mengajukan keberatan PBB karena dianggap SPPT tidak sesuai, padahal sebelum SPPT terbit akan ada SPOP yang diisi sendiri oleh wajib pajak (WP), WP dapat melakukan koreksi sebelum SPPT terbit, jangka waktunya 3 bulan antara SPOP dengan SPPT terbit (untuk PBB P3, untuk PBB P2 satu bulan), maka disinilah waktu nya memperbaiki nilai yang menurut WP, ketika SPPT terbit maka sudah tidak bisa lagi dilakukan perubahan, ketika mengajukan keberatan pasti akan ditolak. Atau alasan-alasan lainnya.


3. Dari uraian ilustrasi transaksi di bawah ini, tentukanlah siapa yang menjadi subjek BPHTB.

1. Pak Budi menerima hibah wasiat dari Pak Waskito berupa sebidang tanah seluas 5 ha.

2. Pak Budi memiliki utang pembelian barang dagang dengan PT Sejahtera. Karena Pak Budi merasa berat membayar setiap tahun, maka Pak Budi kemudian mencapai kesepakatan dengan PT sejahtera untuk melunasi semua utangnya dengan sebidang tanah dan bangunan.

3. Karena beratnya kondisi bisnis di masa pandemi, PT Sejahtera memutuskan untuk bergabung dengan PT Maju. Untuk itu, semua aset PT Sejahtera digabung kedalam PT Maju. Aset meliputi Tanah dan Bangunan milik PT sejahtera.

4. PT Jaya, PT Cemerlang dan PT Fajar memutuskan untuk merger menjadi PT Berdikari. Karena hal ini semua aset termasuk tanah dan bangunan milik PT Jaya, PT Cemerlang dan PT Fajar juga masuk dalam kesepakatan merger.

5. Pak Anto mewariskan tanak seluas 50 ha ke anak-anaknya. Agar tidak terjadi sengketa dikemudian hari, maka Pak Anto mengumpulkan semua anak-anaknya, dan diputuskan bahwa Adi mendapat hak 25 ha dan Joni 25 ha. 

Jawab:

1. Subjek BPHTB adalah Pak Budi sebagai penerima hibah.

2. Subjek BPHTB adalah PT. Sejahtera

3. Subjek BPHTB adalah PT. Maju

4. Subjek BPHTB adalah PT. Berdikari

5. Subjek BPHTB adalah Adi dan Joni.

 

4. BPHTB tadinya merupakan pajak pusat. Namun, berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 menjadi pajak Kabupaten/ Kota. Banyak dampak yang dihasilkan dari pengalihan ini, contohnya pembetulan terhadap SPPT, SKPD dan Surat lainnya. Wewenang yang tadinya di pusat sekarang juga beralih ke Kepala Daerah. Saudara diminta mengidentifikasi wewenang-wewenang yang dialihkan tersebut.

Jawab:

UU No. 28 tahun 2009 adalah Undang-Undang yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Fundamental UU ini adalah:

a. Mengubah penetapan pajak daerah dan retribusi daerah dari open-list system menjadi closedlist system.

b. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah melalui perluasan basis pajak daerah dan retribusi daerah, penambahan jenis pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah, dan pemberiaan diskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif sesuai batas tarif maksimum dan minimum yang ditentukan.

c. Memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota dan kebijakan earmarking untuk jenis pajak daerah tertentu.

d. Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah dengan mengubah mekanisme pengawasan dari sistem represif menjadi sistem preventif dan korektif.

Terkait wewenang-wewenang yang dialihkan yang saya tahu hanyalah terkait PBB Perkotaan dan Pedesaan (P2) dan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Terkait Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) hal ini merupakan produk hukum yang terbit setelah diberikannya Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kepada WP. Untuk Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) merupakan Produk Hukum yang terbit setelah adanya pemeriksaan.

Posting Komentar untuk "tanya jawab pajak bumi dan bangunan"