Pengalaman kuretase istri keguguran

Kali ini saya mau share pengalaman yang cukup tidak mengenakkan, tapi tak mengapa agar ini dapat menjadi informasi buat pembaca semua. Jadi kemarin istri saya keguguran. Usia kandungan nya sudah mencapai usia 8 minggu, namun apa mau dikata Tuhan berkehendak lain, sang jabang bayi yang sudah setahun kami nantikan harus keguguran.

Saya sebagai muslim hanya dapat tawakal kepada Allah, saya teringat kepada firman Allah “Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)

Ayat diatas membuat saya sadar bahwa cobaan ini merupakan kehendak baik dari Allah SWT.

Keguguran

Sedari awal kehamilan memang sudah kelihatan tanda-tanda akan keguguran. Pertama kali mengecek kehamilan melalui test pack (saat itu istri saya sudah telat 13 hari dari jadwal seharusnya menstruasi), dua garis merah tanda kehamilan memang terlihat samar.

Perlu pembaca sekalian ketahui bahwa dua garis merah pada alat test pack kehamilan ini adalah alat untuk mengetes meningkatnya hormon hcg yang salah satu penyebab nya adalah karena adanya kehamilan, jadi jangan salah ya, dua garis merah itu bukan berarti hamil, melainkan adanya peningkatan hormon hcg.

Karena masih kurang yakin dengan alat test pack yang sudah istriku beli sekotak, iya sekotak jadi setiap pagi dia cek test pack nya, maklum saja kami sudah setahun menikah dan saya kerja di kota lain, sementara istri bekerja di kota yang lain pula, jadi kehadiran dedek bayi di keluarga kami sangat diharapkan. Akhirnya kami pergi ke dokter kandungan untuk melakukan usg. 
Tanda tanda blighted ovum
Hasil usg kehamilan 5 minggu

Istriku melakukan usg di usia kandungan 5 minggu, saat dicek di dokter kandungan, janin nya tidak terlihat melalui usg, kata dokternya belum ada kelihatan apa-apa, dokter pun menyarankan untuk dicek melalui transvaginal (memasukkan alat seperti penis melalui vagina).

setelah melakukan transvaginal ternyata memang benar terdapat kantung kehamilan, namun ukuran nya menurut dokter terlalu kecil untuk usia kandungan 5 minggu, yaitu hanya 0,35cm. saya sudah mulai curiga, namun saya berusaha tetap posititive thinking, mungkin saja istri saya salah perhitungan minggu kehamilan. Dokter pun menyarankan untuk datang lagi di minggu ketujuh untuk dicek kembali Apakah janin nya berkembang atau tidak, saat itu dokter memberikan obat penguat kandungan, kata dokter “ini saya berikan obat penguat kndungan saja”, sebab istri saya semenjak diketahui hamil memang sering sekali merasa mules yang kata dokter kemungkinan itu kontraksi sehingga harus diberikan obat penguat kandungan.

Dari dokter juga diketahui bahwa rahim istri saya retrofleksi (rahim terbalik), umunya wanita memiliki posisi rahim antefleksi (menghadap kedepan kearah perut).

pada minggu ketujuh kami datang kembali ke dokter kandungan tempat langganan istri saya. Setelah dilakukan pengecekan melalui usg, ternyata tetap saja janin nya berkembang tidak sesuai minggu kehamilan pada umumnya, ukuran janin nya hanya 0,47cm, semakin jauh dari ukuran janin normal pada umunya saat diminggu ketujuh.

istri saya mulai sedih, saya sebagai suami hanya bisa menyemangati saja dan kami cari dokter lain sebagai perbandingan. kami datangi dokter lainnya di rumah sakit yang besar di kota bengkulu. setelah melakukan pengecekan melalui usg, jawaban dokter nya yang menurutku sudah sangat senior lebih blak-blakan daripada dokter langganan istriku, kata dokternya “lah ini ngga ada apa-apa, kemungkinan ini janinnya tidak berkembang”, istriku semakin sedih.

aku pribadi didalam hati sudah mengikhlaskan sejak awal jika memang janin yang dikandung istriku keguguran, daripada nanti jika dipaksakan untuk diteruskan dan bayinya terlahir cacat, lebih baik dari keguguran, itu adalah jalan terbaik yang bisa ditempuh.

Memasuki usia kandungan 8 minggu, istriku semakin sering mengalami sakit perut, katanya seperti sakit perut saat ingin menstruasi, sakit perut nya sering namun tidak pernah berlangsung lama, sebentar-sebentar saja. Dan pada puncaknya kemarin 23 Maret siang setelah makan siang, tiba-tiba istriku mengalami kram perut yang berulang-ulang, aku mengatakan kita harus ke rumah sakit sekarang, istriku tetap menolak, dan akhirnya tepat sebelum adzan ashar, istriku ke kamar mandi untuk buang air kecil, dan benar saja air kencing nya bercampur darah coklat kental kata istriku, aku sudah berpikiran ini pasti keguguran, namun istriku tetap kekeh mencari di youtube dan masih mengatakan ada beberapa penyebab pendarahan  saat kehamilan selain keguguran, aku manggut saja meski aku langsung mengeluarkan mobil dari pagar dan langsung tancap gas ke IGD rumah sakit terdekat.

Setibanya di IGD, langsung ada dokter jaga yang memeriksa, dokter tersebut memeriksa Apakah pendarahan istri saya ini merupakan pendarahan aktif atau bukan, setelah dicek ternyata pendarahan istri saya merupakan pendarahan tidak aktif, dokter jaga langsung memerintahkanku untuk melakukan pendaftaran ke dokter kandungan yang ada di rumah sakit ini, "katakan saja dari IGD biar langsung diproses cepat tanpa antrean", benar saja kami langsung dilayani dengan cepat dan memotong antrean pasien lainnya yang sebagian besar hanya cek kandungan.

setibanya di ruang dokter kandungan, seorang dokter senior bersiap melayani kami (terlihat dari uban snag dokter), dengan santai dia menanyakan, “pendarahan nya kenapa Bu?” istriku menjawab “tidak ada kenapa-kenapa dok, tiba-tiba saat buang air kecil diiringi keluarnya darah kental kecoklatan”, “oh gitu, ayo kita usg dulu”. Setelah usg benar saja janin yang ada di perut istriku sudah tidak ada, “ini jaringan nya sudah rusak, tak ada yang bisa dipertahankan, ini sudah keguguran”. Sontak istriku sedih sekali. Sang dokter langsung memberikan dua pilihan, “ini mau pakai obat penggugur kandungan atau dikuret?” aku menimpali “yang terbaik yang mana dok?” kata pak dokter “sebaiknya kalau keguguran ya dikuret biar rahim nya bersih, dan ini harus segera”. Istriku menjawab “saya belum siap dok”, “ya terserah, silahkan pikir-pikir dulu yang jelas rahim itu harus dibersihkan jika tidak nanti takutnya akan membahayakan ibu sendiri, ini saya berikan surat pengantar untuk ke IGD jika ingin dikuret, prosesnya tidak langsung, sebelum dikuret harus diberikan obat dulu, puasa, dan 12 jam kemjdian baru bisa dikuret, jika nanti mau dikuret berikan saja surat rujukan ini ke petugas IGD, mereka sudah paham”.

dikuret

Misoprostol
Misoprostol
Setelah mendengar penjelasan dokter, istriku mengatakan “Yang, coba kita ke dokter langganan adek?” akupun menyanggupi. Setibanya di tempat praktek dokter langganan, kembali di usg oleh dokter langganan istriku, hasilnya pun sama saja, hanya saja rekomendasinya berbeda, dokter langganan istriku mengatakan ini diberikan obat saja, tidak perlu dikuret. istriku semakin bingung mana pilihan yang harus dipilih. 

dikondisi seperti ini aku mencoba menghubungi mertua, orang tuaku, dan beberapa teman yang dulu pernah keguguran, semuanya menyarankan dikuret saja biar bersih rahim nya. Ingat gaes, jangan memutuskan suatu hal penting yang tidak benar-benar mendesak saat itu juga tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu, lain cerita dengan hal yang benar-benar darurat dan harus saat itu juga, kita harus memutuskan cepat dengan tetap menggunakan akal sehat.

kembali ke topik, akhirnya sekitar pukul 21.00, kami memutuskan untuk ke rumah sakit dan dikuret saja dengan pertimbangan yang sudah didapat, antara lain:
-kalau tidak dikuret takutnya nanti ada daging busuk sisa janin yang tertinggal di dalam rahim yang bisa menyebabkan infeksi
-kalau dikuret biasanya nanti kehamilan berikutnya akan lebih mudah
-dapat info dari teman yang pernah keguguran, karena awalnya takut dikuret akhirnya coba pakai obat peluruh kandungan, sudah tiga kali makan obat tapi tetap saja rahim nya belum bersih, akhirnya dikuret juga.

kami langsung masuk ke IGD dengan membawa surat rujukan dari dokter sore tadi, petugas IGD meminta surat rujukan nya dan kami diminta mendaftar di loket pendaftaran, aku tidak tahu Apakah kuret ini ditanggung BPJS atau tidak, namun karena istri saya tidak memiliki kartu BPJS karena kemalasannya mengurus kartu meski gajinya dipotong tiap bulan untuk BPJS (maaf saya ngegas) akhirnya kami memilih lewat jalur umum saja alias bayar sendiri. 

petugas loket meminta identitas kami berdua (ktp suami istri) dan kk karena ktp kami berdua belum juga satu alamat meskipun sudah menikah lebih dari setahun dan sudah mengurus ktp dari hampir setahun lalu, namun hingga kini belum juga jadi. Untungnya aku menyimpan semua scan data diriku didalam email, jadi dengan mudah aku bisa mengakses kapanpun data diriku jika suatu saat dibutuhkan.

petugas menjelaskan bahwa biaya kuret adalah sekitar 4-5 juta rupiah dan biaya kamar kelas satu untuk semalam adalah 1,1 juta. Aku menanyakan kira-kira berapa lama kami harus menginap? menurut petugas loket tidaklah lama paling sehari saja, paling lama dua hari. 

Sore tadi dokter yang kami datangi sempat berkata bahwa operasi kuretase tidak sampai 5 menit eksekusi nya, yang bikin lama adalah proses jangka waktu pemberian obat sebelum kuretase ini yang memakan waktu hingga 12 jam. Jadi prosedur kuretase di RS yang kami datangi adalah: pasien datang, pasien diambil sampel darah, pasien diberi obat yang merangsang darah sisa janin keluar dan agar memudahkan memasukkan alat kuret (obat ini dimasukkan melalui vagina), pasien puasa selama 12 jam dan baru bisa dilakukan kuretase. Prosedur ini bisa saja berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya, sebab salah seorang rekan yang sudah pernah mengalami keguguran dua kali dan kedua nya dikuret menjelaskan bahwa jika datang ke dokter praktek bisa langsung dikuret tanpa harus menginap dan berpuasa.

Namun saya kurang yakin dengan tempat dokter praktek, demi kesehatan tidak apalah mengeluarkan uang lebih yang penting saya puas dengan hasilnya, saya berpatokan bahwa ada rupa ada harga.

pagi hari sekitar jam 07.00 pagi, panggilan operasi pun tiba. Kami diminta menyiapkan kain jarik, celana dalam dan pembalut dua buah untuk dibawa ke ruang operasi. istriku sempat menceritakan proses nya sebelum dia akhirnya dibius total, ada 5 orang didalam ruang operasi, istriku mengatakan diinfus dan cairan infus itulah yang sepertinya mengandung obat bius. Sekitar satu jam kemudian operasi pun selesai. istriku kembali dipindahkan ke paviliun.

Setibanya di paviliun, suster mengatakan untuk tidak langsung bangun jika ingin berdiri, tetapi duduk terlebih dahulu sebab efek obat bius belum sepenuhnya hilang. Silahkan minum terlebih dahulu jika haus, apabila saat minum tiba-tiba mual, maka jangan diteruskan. Suster juga berkata ini tidak akan lama, jika istriku sudah bisa pergi buang air kecil sendiri, maka biasanya sudah bisa pulang.

Agak siangan dikit, istriku ingin buang air kecil, kubantu ke kamar kecil, aku pikir bakalan perih saat buang air pertama setelah kuret, ternyata kata istriku tidak perih, biasa saja, meski air seni nya masih mengandung campuran darah sedikit-sedikit.
Obat pereda nyeri dan antibiotik
Obat pereda nyeri dan antibiotik

Istiku juga diberikan obat pereda nyeri dan antiobiotik sebanyak masing-masing 11 butir yang harus dihabiskan dan diminum 3x sehari.

Pada sore hari sekitar pukul 15.00, kami pun diperkenankan pulang. Aku mengurus administrasi yang ternyata total menghabiskan 4,3 juta rupiah (biaya tersebut sudah termasuk biaya paviliun, obat, kuret, dan sebagainya).

Kami diberikan hasil lab, dan catatan-catatan dari dokter, dokter menuliskam dalam catatannya "jika ada keluhan silahkan datang kembali". Melihat hanya ada tulisan itu saja di catatan dokter tanpa dokter sempat melihat pasien nya sebelum pulang cukup membuat ku agak kesal. Hanya perawat nya saja yang menginformasikan beberapa hal terkait pasca kuretase ini, itupun karena kami yang aktif bertanya.

Suster mengatakan beberapa hal:
1. Akan keluar darah nifas sama seperti sehabis melahirkan.

2. Jangan langsung program lagi, tunggu sekitar 3 bulan agar rahim diberikan relaksasi dan berjalan sebagaimana mestinya terlebih dahulu.

3. Buku kontrol yang kami berikan ini berlaku sebulan, jadi Bapak/Ibu bisa konsultasi langsung ke dokter tanpa harus melakukan pendaftaran lagi, dan kontrol ini juga dapat ditanggung BPJS tanpa Bapak/Ibu harus mendapat rujukan atau masuk melalui IGD terlebih dahulu, silahkan telepon nomor yang ada dalam buku kontrol untuk reservasi pada pagi hari dan jam kontrol akan ada di Senin-Sabtu mulai pukul 17.00.

Saya rasa itu dulu sharing saya mengenai pengalaman istri keguguran dan harus melakukan kuretase. Saya harap pembaca semua bersabar apabila istri Anda keguguran, percayalah itu sudah jalan terbaik dari-Nya, sedikit bercerita mengenai orang yang selamat dari kecelakaan pesawat karena dia ketinggalan pesawat, ini berdasarkan pengalaman orang yang ketinggalan pesawat di penerbangan JT-610 yang terjadi oktober 2018 lalu, seorang Bapak ASN Ditjen Perbendahaaran harus ketinggalan penerbangan tersebut karena dia terkena macet di tol, setibanya di bandara soetta pukul 06.20 dan JT-610 sudah terbang pukul 06.10, Bapak tersebut agak kesal, namun apa mau dikata akhirnya Bapak ini mencari penerbangan berikutnya. Setelah tiket baru sudah didapat, Bapak ini masih menunggu di soetta, dan ternyata ada kabar dari rekan-rekannya bahwa pesawat tersebut lost contact, Beliau hanya bisa menangis, karena ternyata hal buruk yang menurutnya menimpanya (ketinggalan pesawat) ternyata merupakan hal baik dari Allah (selamat dari kecelakaan pesawat).

Begitu juga dengan keguguran, istri saya sempat menangis dan sedih terus, namun saya ceritakan bahwa saya yakin keguguran ini merupakan hal baik, sedari awal kandungannya sudah menampakkan gejala BO (Blighted Ovum), jadi untuk apa diteruskan daripada kelak membahayakan si Ibu.

Semoga bermanfaat

Posting Komentar untuk "Pengalaman kuretase istri keguguran"